Pemanfaatan dan nilai ekonomis Minyak Jelantah

Limbah minyak goreng atau jelantah menjadi salah satu sumber pencemaran air sungai, mengakibatkan daya rusak terhadap ekosistem perairan jika dibuang di genangan atau aliran air. Kandungan zatnya dapat menutup lapisan air sehingga sinar matahari tidak dapat masuk. Akibatnya, biota-biota perairan berpotensi mengalami kematian.

Pemerintah daerah melalui (Pergub) No 167 Tahun 2016 mengatur tentang Pengelolaan Limbah Minyak, mengharuskan badan usaha penghasil limbah minyak goreng, seperti usaha restoran, perhotelan, untuk melakukan pengolahan limbahnya.

Hal yang sama tentu dapat dilakukan di tingkat keluarga / rumah tangga, mengingat minyak goreng juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi setiap harinya. Yang menarik adalah limbah ini masih bisa dimanfaatkan dan juga bernilai ekonomis alias dapat menghasilkan keuntungan.

Berdasarkan publikasi Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019  konsumsi minyak goreng rumah tangga di Indonesia mencapai 13 juta ton, menjadi yang terbesar di dunia. Sehingga besar konsumsinya, besar pula limbah minyak gorengnya atau berupa minyak jelantah. 

Beberapa kegiatan pemanfaatan minyak jelantah;

Pupuk Tambahan Untuk Tanaman, karena mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi dapat membantu pertumbuhan tanaman. Sebagai “pupuk tambahan” perlu ditambahkan pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompos dengan tambahan pupuk anorganik, seperti urea, SP, dan KCL.

Bahan Bakar Lampu Minyak, didaerah yang sering terjadi pemadaman listrik dapat menggunakan minyak jelantah sebagai bahan bakar penerangan lampu minyak. 

Bahan tambahan pakan ternak seperti unggas. Peneliti dari Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, Ade Rakhmadi, mencoba memanfaatkan minyak jelantah atau sisa minyak sawit sebagai salah satu bahan pakan burung puyuh. Sebelum digunakan minyak jelantah dimurnikan untuk menghindari sifat karsinogenik atau racunnya. Dilakukan tiga tahap pemurnian yakni pemisahan Gum, netralisasi, dan pemucatan. Baru setelah itu minyak jelantah bisa digunakan sebagai campuran ke dalam ransum atau pakan puyuh.

Bahan pembuat sabun cair, seorang mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Gregorius Rionugroho, membuat sabun cair menggunakan minyak jelantah dan abu kulit buah kapuk randu.

Dapat diolah menjadi Biodiesel, dicampur dengan jenis alkohol metanol atau juga dapat dilakukan proses reaksi transesterifikasi dengan memberikan aliran listrik (elektrolisis) ke dalam larutan minyak jelantah dengan variasi waktu tertentu sehingga dapat dihasilkan Biodiesel pengganti BBM. 

Disamping pemanfaatan limbahnya, ternyata minyak jelantah memiliki nilai ekonomi yang tidak sedikit. Pada 2019, Badan Pusat Statistik mencatat ekspor jelantah Indonesia mencapai 37,3 juta dollar AS. Nilai ekonomis jelantah terlihat dari harga beli rumah tangga seharga Rp 2.000 dapat dijual setelah difilterasi dengan nilai empat kali lipat. Menurut pantauan harga dari Greenea, pada November 2019 jelantah diperdagangkan sekitar Rp 11.200 per kilogramnya.

Menurut data perdagangan UN Comtrade dengan kode HS 151800, negara tujuan ekspor jelantah Indonesia yang bernilai besar adalah Singapura dan Belanda. Pada tahun 2018 Indonesia mengekspor jelantah ke Singapura senilai 28,8 juta dollar AS, dan senilai 22,5 juta dollar AS ke Belanda. 

Singapura membeli jelantah dari Indonesia untuk diolah menjadi produk atau dijual kembali. Data Dinas Lingkungan Nasional (NEA) Singapura menunjukkan terdapat 13 perusahaan pengepul dan pengolah jelantah di Singapura, salah satunya adalah Oil Village Singapore. Perusahaan ini bergerak di bidang daur ulang jelantah menjadi biodiesel, lilin, sabun, dan beragam komoditas lainnya. 


Sumber Aprobi Kompas tirto zerowaste merdeka

Share Artikel:

Related Posts

Previous
Next Post »