Bahaya laten Komunis dan berbagai peristiwa tragis yang menyertainya

Perjalanan kelompok komunis di Indonesia yang tergabung di Partai Komunis Indonesia (PKI) terukir dalam sejarah panjang bangsa yang sulit dilupakan oleh anak bangsa. Setelah proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, pemberontakan PKI telah berulang kali terjadi.

Pemberontakan PKI meletus di Madiun, Jawa Timur pada September 1948. Sejak kedatangan Muso ke Indonesia adalah pembawa amanat Moskow sejak berangkat ke Uni Soviet. Atas intruksi Moskow, ia mendirikan PKI muda dan misi untuk menyelaraskan haluan kaum komunis Indonesia dengan garis komunis internasional. Kenyataan yang terjadi sekitar tanggal tersebut, bahwa organisasi PKI telah melancarkan coup d’etat di Kota Madiun dan sekitarnya. Agenda yang dilakukan diantaranya, berupa:

  • PKI menculik para ulama dan kiai dari Pesantren Takeran di Magetan. KH Sulaiman Zuhdi Affandi digelandang secara keji oleh PKI dan dikubur hidup-hidup di sumur pembantaian Desa Koco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan. Di sumur tersebut ditemukan 108 kerangka jenazah korban kebiadaban PKI.
  • mendeklarasikan NEGARA REPUBLIK SOVIET INDONESIA dengan Muso sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin Harahap sebagai Perdana Menteri.
  • PKI merebut Madiun, lalu menguasai Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Ngawi, Purwantoro, Sukoharjo, Wonogiri, Purwodadi, Kudus, Pati, Blora, Rembang, dan Cepu, serta kota-kota lainnya
  • PKI Madiun menangkap 20 orang polisi dan menyiksa serta membantainya.
  • PKI Blitar menculik dan menyembelih Bupati Blora Mr.Iskandar dan Camat Margorojo – Pati Oetoro, bersama tiga orang lainnya, yaitu Dr.Susanto, Abu Umar, dan Gunandar, lalu jenazahnya dibuang ke sumur di Dukuh Pohrendeng Desa Kedungringin Kecamatan Tujungan Kabupaten Blora.
  • PKI menciptakan 2 (dua) Ladang Pembantaian / Killing Fields dan 7 (tujuh) Sumur Neraka di MAGETAN untuk membuang semua jenazah korban yang mereka siksa dan bantai
  • PKI membantai sedikitnya 212 tawanan di ruangan bekas Laboratorium dan gudang dinamit di Tirtomulyo Kabupaten Wonogiri – Jawa Tengah.

Monumen Kresek menjadi saksi bisu kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah melegenda, saat membantai sejumlah tokoh dan ulama di Madiun. Sesuai data resmi dari Kodim Madiun yang menjadi referensi pembuatan brosur bahwa PKI menguasai Madiun sejak 18 hingga 30 September 1948. Waktu yang singkat namun ada ribuan korban yang berhasil dibinasakan dengan kejam.

Sejak 1960-an, daerah Jawa Tengah dikenal menjadi basis PKI, terutama di Solo, Kartosusuro, Boyolali, dan Klaten. Banyak aksi sepihak yang ditujukan kepada lawan politik, tokoh agama, dan orang-orang sipil tak berdosa. Di antaranya, penculikan dan penghilangan paksa empat orang di Klaten dan hingga kini tidak ketahuan kuburannya.

Gerakan 30 September oleh PKI juga dilakukan ditahun 1965. PKI secara sistematis melakukan kejahatan pelanggaran HAM berat atau diduga kuat melakukan pelangaran HAM berat dari fakta yang dikumpulkan. Dimulai pada tahun 1963, PKI memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yg terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”mempersenjatai rakyat untuk bela negara melawan Malaysia.

Kemudian upaya pembubaran GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), Penyebabnya, tidak lain, hanya karena ANTI NASAKOM. Demikian pula atas desakan dan tekanan PKI terjadi penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain: Buya Hamka, KH. Yunan Helmi Nasution, KH. Isa Anshari, KH. Mukhtar Ghazali, KH. EZ. Muttaqien, KH. Soleh Iskandar, KH. Ghazali Sahlan dan KH. Dalari Umar.

Pada tanggal 13 Januari 1965 terjadi peristiwa Kanigoro, di Kanigoro, Kediri, Jawa Timur. Dua sayap PKI, yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) menyerang dan menyiksa peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan pelajar wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.

Puncaknya tanggal 30 September 1965 malam, terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut juga GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh):
  • PKI menculik dan membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA – Halim, Jakarta. Mereka adalah: Jenderal Ahmad Yani, Letjen R.Suprapto, Letjen MT Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen Panjaitan, dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo. Tragis, terbunuhnya Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman (S Parman) dalam peristiwa itu, diduga atas perintah kakak kandungnya Ir Sakirman yang merupakan anggota di Politbiro CC PKI. Dua sosok ini lahir dari rahim ibu yang sama. Namun, ideologi dan keyakinan membuat mereka berada dalam garis yang berbeda.
  • PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution.
  • PKI pun membunuh AIP KS Tubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga rumah kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan rumah Jenderal AH Nasution.
  • PKI juga menembak putri bungsu Jenderal AH Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yg berusaha menjadi perisai ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.
Di desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, PKI menyamar sebagai Anshor  lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk pengajian. Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yg menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah keracunan mereka dibantai oleh PKI dan jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa / Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak 62 orang Pemuda Anshor yg dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi saksi mata peristiwa. Peristiwa tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.

Kekosongan kekuatan fisik terjadi di Yogyakarta pasca kudeta PKI di Jakarta 1965, terlihat bahwa sampai minggu terakhir bulan Oktober orang-orang PKI masih berkeliaran dengan bebasnya. Dengan berani sekali orpol-ormas mengadakan Rapat Besar di Alun-Alun Utara pada tanggal 20 Oktober, dengan tuntutan utama supaya PKI dibubarkan. Rapat ini diadakan ditengah-tengah sorotan mata orang-orang PKI. Banyak diantara mereka yang menyaksikannya! Mungkinkah mereka bimbang dengan cepat gagalnya kup di Jakarta?

Sebagai penutup, ideologi impor ini telah mengorbankan banyak nyawa melalui revolusinya untuk bisa eksis di sejumlah negara.  Penyair angkatan 1966 Taufiq Ismail menyebutkan bahwa komunis telah membantai 120 juta orang di 75 negara selama periode 1917-1991. Selama 74 tahun, Komunis itu rata-rata membunuh 1.621.621 orang setiap tahun atau 4.504 orang per hari atau tiga orang per menitnya.

Dalam perebutan kekuasaan dengan kekerasan itu apa pedoman praktisnya? Untuk bisa berhasil (Colegrove: 1957, Schwarz: 1972, Zagladin: 1973, Conquest: 1990, Nihan: 1991) ada 18 butir patokan yang menjadi tuntunan praktis: berdusta, memutar balik fakta, memalsukan dokumen, memfitnah, memeras, menipu, menghasut, menyuap, intimidasi, bersikap keras, membenci, mencaci maki, menyiksa, memerkosa, merusak-menyabot, membumi hangus, membunuh sampai membantai. Aktivis partai mulai dilatih berdusta sampai ahli, akhirnya membunuh dan membantai. Singkatnya, semua dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.


Sumber Matamadura newsdetik Republika AcehTribunnews Antaranews Liputan6 Tirto



Share Artikel:

Related Posts

Previous
Next Post »